title

Saturday 23 April 2011

Nusaibah wanita juang yang tinggi..


Hari itu Nusaibah tengah berada di dapur. Suaminya, Said tengah beristirahat di kamar tidur. Tiba-tiba terdengar suara gemuruh bagaikan gunung-gunung batu yang runtuh. Nusaibah menebak, itu pasti tentara musuh. Memang, beberapa hari ini ketegangan memuncak di sekitar Gunung Uhud.
Dengan bergegas, Nusaibah meninggalkan apa yang tengah dikerjakannya dan masuk ke kamar. Suaminya yang tengah tertidur dengan halus dan lembut dibangunkannya. “Suamiku tersayang,” Nusaibah berkata, “aku mendengar suara aneh menuju Uhud. Barang kali orang-orang kafir telah menyerang.”
Said yang masih belum sadar sepenuhnya, tersentak. Ia menyesal mengapa bukan ia yang mendengar suara itu. Malah istrinya. Segera saja ia bangkit dan mengenakan pakaian perangnya. Sewaktu ia menyiapkan kuda, Nusaibah menghampiri. Ia menyodorkan sebilah pedang kepada Said.
“Suamiku, bawalah pedang ini. Jangan pulang sebelum menang….”
Said memandang wajah istrinya. Setelah mendengar perkataannya seperti itu, tak pernah ada keraguan baginya untuk pergi ke medan perang. Dengan sigap dinaikinya kuda itu, lalu terdengarlah derap suara langkah kuda menuju utara. Said langsung terjun ke tengah medan pertempuran yang sedang berkecamuk. Di satu sudut yang lain, Rasulullah melihatnya dan tersenyum kepadanya. Senyum yang tulus itu makin mengobarkan keberanian Said saja.
Di rumah, Nusaibah duduk dengan gelisah. Kedua anaknya, Amar yang baru berusia 15 tahun dan Saad yang dua tahun lebih muda, memperhatikan ibunya dengan pandangan cemas. Ketika itulah tiba-tiba muncul seorang pengendara kuda yang nampaknya sangat gugup.

“Ibu, salam dari Rasulullah,” berkata si penunggang kuda, “Suami Ibu, Said baru saja gugur di medan perang. Beliau syahid…”
Nusaibah tertunduk sebentar, “Inna lillah…..” gumamnya, “Suamiku telah menang perang. Terima kasih, ya Allah.”
Setelah pemberi kabar itu meninggalkan tempat itu, Nusaibah memanggil Amar. Ia tersenyum kepadanya di tengah tangis yang tertahan, “Amar, kaulihat Ibu menangis? Ini bukan air mata sedih mendengar ayahmu telah syahid. Aku sedih karena tidak punya apa-apa lagi untuk diberikan pagi para pejuang Nabi. Maukah engkau melihat ibumu bahagia?”
Amar mengangguk. Hatinya berdebar-debar.
“Ambilah kuda di kandang dan bawalah tombak. Bertempurlah bersama Nabi hingga kaum kafir terbasmi.”
Mata amar bersinar-sinar. “Terima kasih, Ibu. Inilah yang aku tunggu sejak dari tadi. Aku was-was seandainya Ibu tidak memberi kesempatan kepadaku untuk membela agama Allah.”
Putra Nusaibah yang berbadan kurus itu pun segera menderapkan kudanya mengikut jejak sang ayah. Tidak tampak ketakutan sedikitpun dalam wajahnya. Di depan Rasulullah, ia memperkenalkan diri. “Ya Rasulullah, aku Amar bin Said. Aku datang untuk menggantikan ayah yang telah gugur.”
Rasul dengan terharu memeluk anak muda itu. “Engkau adalah pemuda Islam yang sejati, Amar. Allah memberkatimu….”
Hari itu pertempuran berlalu cepat. Pertumpahan darah berlangsung sampai sore. Pagi-pagi seorang utusan pasukan islam berangkat dari perkemahan mereka meunuju ke rumah Nusaibah. Setibanya di sana, perempuan yang tabah itu sedang termangu-mangu menunggu berita, “Ada kabar apakah gerangan kiranya?” serunya gemetar ketika sang utusan belum lagi membuka suaranya, “apakah anakku gugur?”
Utusan itu menunduk sedih, “Betul….”
Inna lillah….” Nasibah bergumam kecil. Ia menangis.
“Kau berduka, ya Ummu Amar?”
Nusaibah menggeleng kecil. “Tidak, aku gembira. Hanya aku sedih, siapa lagi yang akan kuberangkatan? Saad masih kanak-kanak.”
Mendegar itu, Saad yang tengah berada tepat di samping ibunya, menyela, “Ibu, jangan remehkan aku. Jika engkau izinkan, akan aku tunjukkan bahwa Saad adalah putra seorang ayah yang gagah berani.”
Nusaibah terperanjat. Ia memandangi putranya. “Kau tidak takut, nak?”
Saad yang sudah meloncat ke atas kudanya menggeleng yakin. Sebuah senyum terhias di wajahnya. Ketika Nusaibah dengan besar hati melambaikan tangannya, Saad hilang bersama utusan itu.
Di arena pertempuran, Saad betul-betul menunjukkan kemampuannya. Pemuda berusia 13 tahun itu telah banyak menghempaskan banyak nyawa orang kafir. Hingga akhirnya tibalah saat itu, yakni ketika sebilah anak panah menancap di dadanya. Saad tersungkur mencium bumi dan menyerukan, “Allahu akbar!”
Kembali Rasulullah memberangkatkan utusan ke rumah Nusaibah. Mendengar berita kematian itu, Nusaibah meremang bulu kuduknya. “Hai utusan,” ujarnya, “Kausaksikan sendiri aku sudah tidak punya apa-apa lagi. Hanya masih tersisa diri yang tua ini. Untuk itu izinkanlah aku ikut bersamamu ke medan perang.”
Sang utusan mengerutkan keningnya. “Tapi engkau perempuan, ya Ibu….”
Nasibah tersinggung, “Engkau meremehkan aku karena aku perempuan? Apakah perempuan tidak ingin juga masuk surga melalui jihad?”
Nusaibah tidak menunggu jawaban dari utusan tersebut. Ia bergegas saja menghadap Rasulullah dengan kuda yang ada. Tiba di sana, Rasulullah mendengarkan semua perkataan Nusaibah. Setelah itu, Rasulullah pun berkata dengan senyum. “Nusaibah yang dimuliakan Allah. Belum waktunya perempuan mengangkat senjata. Untuk sementara engkau kumpulkan saja obat-obatan dan rawatlah tentara yang luka-luka. Pahalanya sama dengan yang bertempur.”
Mendengar penjelasan Nabi demikian, Nusaibah pun segera menenteng tas obat-obatan dan berangkatlah ke tengah pasukan yang sedang bertempur. Dirawatnya mereka yang luka-luka dengan cermat. Pada suatu saat, ketika ia sedang menunduk memberi minum seorang prajurit muda yang luka-luka, tiba-tiba terciprat darah di rambutnya. Ia menegok. Kepala seorang tentara Islam menggelinding terbabat senjata orang kafir.
Timbul kemarahan Nusaibah menyaksikan kekejaman ini. Apalagi waktu dilihatnya Nabi terjatuh dari kudanya akibat keningnya terserempet anak panah musuh, Nusaibah tidak bisa menahan diri lagi. Ia bangkit dengan gagah berani. Diambilnya pedang prajurit yang rubuh itu. Dinaiki kudanya. Lantas bagai singa betina, ia mengamuk. Musuh banyak yang terbirit-birit menghindarinya. Puluhan jiwa orang kafir pun tumbang. Hingga pada suatu waktu seorang kafir mengendap dari belakang, dan membabat putus lengan kirinya. Ia terjatuh terinjak-injak kuda.
Peperangan terus saja berjalan. Medan pertempuran makin menjauh, sehingga Nusaibah teronggok sendirian. Tiba-tiba Ibnu Mas’ud mengendari kudanya, mengawasi kalau-kalau ada korban yang bisa ditolongnya. Sahabat itu, begitu melihat seonggok tubuh bergerak-gerak dengan payah, segera mendekatinya. Dipercikannya air ke muka tubuh itu. Akhirnya Ibnu Mas’ud mengenalinya, “Istri Said-kah engkau?”
Nusaibah samar-sama memperhatikan penolongnya. Lalu bertanya, “bagaimana dengan Rasulullah? Selamatkah beliau?”
“Beliau tidak kurang suatu apapun…”
“Engkau Ibnu Mas’ud, bukan? Pinjamkan kuda dan senjatamu kepadaku….”
“Engkau masih luka parah, Nusaibah….”
“Engkau mau menghalangi aku membela Rasulullah?”
Terpaksa Ibnu Mas’ud menyerahkan kuda dan senjatanya. Dengan susah payah, Nusaibah menaiki kuda itu, lalu menderapkannya menuju ke pertempuran. Banyak musuh yang dijungkirbalikannya. Namun, karena tangannya sudah buntung, akhirnya tak urung juga lehernya terbabat putus. Rubuhlah perempuan itu ke atas pasir. Darahnya membasahi tanah yang dicintainya.
Tiba-tiba langit berubah hitam mendung. Padahal tadinya cerah terang benderang. Pertempuran terhenti sejenak. Rasul kemudian berkata kepada para sahabatnya, “Kalian lihat langit tiba-tiba menghitam bukan? Itu adalah bayangan para malaikat yang beribu-ribu jumlahnya. Mereka berduyun-duyun menyambut kedatangan arwah Nusaibah, wanita yang perkasa.”

Monday 11 April 2011

sabar diatas ujian-NYA...

Teringat pada wasiat Rasulullah s.a.w. kepada Abu Hurairah. "Redha dengan pemberian Allah nescaya kamu akan menjadi manusia yang kaya hatinya."

Redha dan sabar umpama kembar siam, ungkapan yang sering dikepilkan bersama saat menghadapi sesuatu musibah. Apabila melihat manusia lain diberikan ujian, tidak jarang kita mengungkapkan ungkapan "sabar dan redha, insya Allah ada hikmah dari Allah."

Walaupun nampak macam kembar siam, hakikat redha dan sabar sangat berbeza.
Sabar ~ menahan diri dan mengikat hati dari merungut dengan apa yang berlaku.
Redha ~ tiada apa yang mahu diluahkan, tak rasa 'tercuit' dengan apa yang berlaku.

Ramai yang sabar dengan takdir (ujian, bala, musibah) tetapi sangat sedikit yang redha. Redha di dalam hati yang mana hanya urusan dia dan Allah sahaja.

Sebuah kisah yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas di mana Rasulullah s.a.w. bersabda mafhumnya; "sekiranya mahu melihat wanita syurga, maka lihatlah pada wanita itu." Apakah hebatnya seorang wanita yang lemah (fizikalnya) sehingga dikatakan sebagai ahli syurga. Kita pasti pernah mendengar hadith dari Rasulullah bahawa kebanyakan penghuni neraka terdiri dari wanita, jadi... mari kita berkenalan dengan wanita penghuni syurga.

Dia bukanlah seorang srikandi yang berjuang di medan perang membunuh kaum kafir musyrikin, dia bukanlah seorang wanita yang selalu menjadi sebutan orang atau dia tidaklah dikenali sebagai seorang wanita yang hebat namun dia adalah wanita yang Rasulullah ungkapkan "sekiranya mahu melihat wanita syurga, maka lihatlah pada wanita itu."

Pada suatu hari, seorang wanita berjumpa dengan Rasulullah s.a.w. dan minta supaya Rasulullah mendoakan untuknya agar diberikan kesembuhan oleh Allah taala daripenyakit sawan babi.

Rasulullah s.a.w. menjawab "aku boleh berdoa minta Allah sembuhkan kamu tetapi kalau kamu sabar maka kamu akan mendapat syurga." Lalu wanita tersebut meminta kepada Rasulullah s.a.w. mendoakan agar Allah tidak menyelak kainnya ketika diserang penyakit sawan babi.

Rasulullah s.a.w. menjamin bahawa wanita tersebut masuk ke dalam syurga... Allahuakbar!

Di dalam keadaan yang tidak sedar apabila diserang penyakit sawan babi, pastilah seorang wanita akan kelihatan aib apatah lagi auratnya mungkin akan terselak dan dilihat oleh orang lain. Dalam keadaan yang tidak sedar (darurat) pun beliau MALU sekiranya auratnya dilihat oleh orang lain, inikan kita yang sedar (sihat dan waras fikiran) tidak segan silu menunjukkan aurat di hadapan orang lain. Bahkan, merasa bangga! Na'uzubillah.

* Usah minta dikurangkan ujian tetapi pintalah diberatkan iman *



Kita hanya sukakan perkara yang baik dan melihat ujian serta musibah adalah bala. Hakikatnya, seorang manusia hanyalah hamba Allah yang layak untuk diuji. Setiap orang teruji tetapi dengan ujian yang tidak sama. Ada manusia yang diuji dengan kebahagiaan sehingga dia terlupa bersyukur kepada Pemberi kebahagiaan tersebut. Ada manusia yang diuji dengan derita berpanjangan sehingga terlupa bagaimana rasanya menjadi bahagia.

Hakikatnya, keindahan, kelazatan dan kenikmatan yang zahir itu adalah ujian yang lebih berat dibandingkan dengan ujian keresahan, kesengsaraan dan sebagainya. Apabila diuji dengan perkara yang membuatkan kita SERONOK, maka kita akan mudah lupa dengan Allah dan sangat sedikit yang tetap bersyukur kepada Allah sedangkan manusia yang diuji dengan perkara yang MENDUKACITAKAN maka kita akan merasa 'disentap' dan berfikir, moga taufiq dari Allah akan memandu kita kembali ke pangkuan Nya.

Kadang-kadang, kita melihat orang yang diuji dengan pelbagai rencam ujian tetap dengan wajah yang tenang... Kita jadi pelik dan dalam masa yang sama merasa kagum apalah yang menguatkan hatinya sehingga begitu kukuh berdiri. Kita lupa untuk merasa bahawa wajah yang tenang lahir dari hati yang punya hubungan akrab dengan Allah. Mereka berpuas hati (redha) dengan segala pemberian dari Allah, maka hati yang kaya itu tersinar pada wajah mereka.

Maka, latihlah diri anda untuk sabar dan redha dengan sesuatu perkara kerana pasti ada hikmah disebaliknya, insyaallah..(^_^)

Thursday 7 April 2011

video kumpulan ( PENGIRING CELIK)



Ini adalah video kumpulan yang telah dibuat oleh kami 5 orang iaitu nerny, kak anita,  chai wei xiong, dayah dan muslihah.  Terima kasih kepada semua yang terlibat dalam menjayakan video ini. Semoga semua dapat memahami mereka yang berkeperluan khas walaupun apa jua masalah yang dihadapi oleh mereka. Mereka yang mempunyai kelainan upaya daripada kita haruslah dihormati serta tidak didiskriminasikan. Hapuskan segala halangan yang boleh menghalang mereka daripada melakukan pelbagai aktiviti seperti kita yang tipikal ini.

Wednesday 6 April 2011

Renung-renungkanlah....

Bermula fikrah dengan fikir,
kerana berfikir datangnya zikir,
bila berzikir terserlah kebenaran
dan kebenaran itu datangnya dari Al-Quran…